Intinews | PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) terus memantapkan langkahnya untuk menghasilkan produk bahan bakar minyak (BBM) yang ramah lingkungan. Beragam strategi dijalankan KPI, tidak hanya mempercepat transisi energi, tetapi juga memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional.
Salah satu langkah penting dan strategis KPI dalam pengembangan bisnis bahan bakar hijau (green fuel) di Indonesia adalah melalui Proyek Green Refinery Cilacap yang mengolah feedstock minyak jelantah (Used Cooking Oil/UCO) dengan kapasitas 6.000 barrel per hari untuk menghasilkan HVO (Hydrotreated Vegetable Oil) dan SAF (Sustainable Aviation Fuel) dengan total produksi diperkirakan mencapai sekitar 300 ribu kiloliter per tahun.
Produk SAF dari Green Refinery Cilacap diharapkan dapat mendukung pasokan untuk implementasi penggunaan SAF dalam bahan bakar industri aviasi, selaras dengan Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Pengembangan Industri Sustainable Aviation Fuel.
Penerbangan dengan menggunakan Pertamina SAF dilaksanaan pada pertengahan Agustus 2025 dengan menggunakan pesawat Pelita Air Services dengan rute Jakarta – Denpasar.
Prayitno, Pelaksana Tugas Harian Direktur Perencanaan & Pengembangan Bisnis dan Direktur Manajemen Risiko KPI, mengatakan pencapaian ini merupakan bentuk transformasi energi, sekaligus langkah strategis dalam transisi menuju energi rendah karbon di Indonesia.
“Kami ongoing sediakan partner minyak jelantah. Kami cari minyak jelantah yang sudah bersih, sudah jajaki beberapa partner. Target produksi, unit yang sudah ready di Cilacap bisa hasilkan komponen 2,5 persen SAF. Pengalaman di Cilacap akan diimplementasikan di kilang Balongan dan Dumai. Kami juga siapkan untuk kilang baru khusus minyak jelantah,” kata Prayitno dalam acara brunch talk bertema “Kilang Pertamina Untuk Indonesia: Mendorong Pertumbuhan Ekonomi, Hilirisasi, Transisi & Ketahanan Energi ” yang gelar E2S di Hotel Borobudur, Jakarta. Rabu (19/11/2025).
Proses produksi SAF dilakukan dengan teknologi Co-Processing UCO yaitu menggunakan Katalis Merah Putih hasil yang merupakan hasil formulasi dan produksi dalam negeri. Produk Pertamina SAF juga telah memenuhi standar internasional ASTM D1655 dan DefStan 91-091. Pencapaian ini menjadikan Pertamina SAF sebagai produk SAF pertama di Indonesia dan Asia Tenggara yang bersertifikat resmi. SAF 2,4% dari bahan baku Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO) atau dari inti sawit yang diproses.
Untuk tahap awal, kapasitas produksi ditargetkan sebesar 9 metric barrel dengan komposisi 2–3% UCO.
Produksi Pertamina SAF berbahan baku minyak jelantah ini juga menjadi kelanjutan cerita sukses KPI dalam memproduksi bahan bakar pesawat ramah lingkungan. Sebelumnya KPI telah membuktikan kemampuannya dalam memproduksi Pertamina SAF berbahan baku Refined, Bleached, and Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO) atau minyak inti sawit.
SAF berbasis RBDKO ini telah diproduksi dan digunakan pada uji terbang yang dilakukan pada tahun 2021 dan 2023. Uji terbang pada tahun 2023 dilakukan dengan menggandeng maskapai penerbangan komersil Garuda Indonesia dengan rute Jakarta – Solo pulang pergi.
KPI bersama PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) juga telah bermitra memproduksi Heavy Aromatics yang merupakan bahan baku Solvent (pelarut). Saat ini, kapasitas produksi TPPI untuk menghasilkan produk Heavy Aromatic mencapai 18 ribu barrel atau setara 2.500 metrik ton per bulan.
Selain TPPI, KPI telah mengembangkan kilang petrokimia terintegrasi termasuk Kilang Polypropylene di Kilang Plaju yang memproduksi Polytam (Polypropylene Pertamina), Kilang Paraxylene di Cilacap yang memproduksi Paraxylene dan Benzene serta produk lainnya, dan Kilang OCU (Olefin Convertion Unit) di Balongan yang memproduksi Propylene.
Agresivitas portfolio kilang petrokimia terintegrasi KPI ditunjukkan dari performanya. Adapun TPPI saat ini mampu mengolah hingga 100 ribu barel per hari Condensate dan/atau Naphtha dan menghasilkan 780 ribu ton Paraxylene per tahun; 528 ribu ton Benzene per tahun; dan 112 ribu ton Orthoxylene per tahun. Selain itu, Kilang TPPI juga mampu memproduksi LPG hingga 140 ribu Ton per tahun; 1 juta Ton Light Naphtha per tahun; 3,6 juta barrel Gas Oil per tahun; dan 23,7 juta barrel Mogas (92, 90) per tahun.
Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, menyampaikan 99 persen sektor transportasi di Indonesia masih menggunakan BBM. Artinya, jika ada barang dan jasa yang sudah jadi dan ridak ada energi untuk transportasi, pastinya tidak akan jalan.
“Kalau tidak ada BBM activity akan terhenti. Zaman sekarang energi sudah mutlak, kalau tidak ada energi itu tidak mungkin ada aktivitas,” ujarnya.
Proyek Green Refinery menunjukkan kontribusi signifikan terhadap pencapaian komponen keberlanjutan terkait penanganan perubahan iklim (SDG 7 dan SDG 13). Dengan mengolah UCO menjadi bahan bakar yang ramah lingkungan, proyek ini tidak hanya berfokus pada penyediaan sumber energi terbarukan tetapi juga berperan dalam pengurangan emisi gas rumah kaca dan pencemaran udara.
Prayitno mengatakan untuk aspek HSSE, KPI ada Asset Integrity Management System , ada beberapa equipment untuk mendeteksi, system detector.
“Beberapa tahun terakhir ada isu petir, kita tambah penangkal petir di seluruh RU (Refinery Unit). Tentu akan terus jadi perhatian untuk menghindari accicent dan fatality,” kata dia.















