Intinews | Komisi IV DPRD Sumatera Selatan (Sumsel) mendesak pemerintah segera mengevaluasi izin pelayaran tongkang batu bara di Sungai Musi menyusul rentetan kecelakaan yang meresahkan masyarakat. Anggota Komisi IV DPRD Sumsel, MF Ridho, menilai kecelakaan tongkang di Sungai Musi sudah sangat sering dan sudah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan.
“Kami berulang kali meminta pemerintah provinsi dan instansi terkait agar lebih serius mengawasi transportasi batu bara di Sungai Musi. Ini bukan sekadar isu infrastruktur, tetapi juga menyangkut keselamatan warga dan kelestarian lingkungan,” ujar Ridho.
Desakan ini muncul setelah dua insiden terbaru terjadi dalam sepekan terakhir, yakni pada Rabu, 12 Maret 2025, saat Tongkang Kapuas Jaya 3023 yang ditarik oleh TB Johan Jaya 171 hilang kendali lalu menabrak perahu dan rumah warga di kawasan Keramasan, Kertapati. Tongkang ini mengangkut batu bara milik PTBA yang baru saja melakukan olah gerak untuk berlayar ke luar perairan Palembang.
Lalu, sehari berselang, giliran tongkang yang mengangkut batu bara milik PT Tempirai Musi Banyuasin (Muba) terjebak di badan jembatan Bentayan, Banyuasin sejak Kamis (13/3/2025) malam. Selain itu, serentetan kejadian yang melibatkan tongkang batu bara sebelumnya di perairan Palembang juga kerap terjadi akibat dugaan kelebihan muatan dan kurangnya perhitungan terhadap ketinggian debit air.
Menurut Ridho, koordinasi saja tidak cukup tanpa tindakan konkret. Ia mengungkapkan bahwa selama ini ada perusahaan yang terus-menerus melanggar aturan, namun tidak pernah mendapatkan sanksi tegas dari pemerintah. “Kita tidak bisa terus-menerus membiarkan insiden ini terjadi. Evaluasi menyeluruh harus dilakukan, dan perusahaan yang melanggar harus diberi sanksi tegas,” katanya.
Dalam penelusuran, beberapa perusahaan pengangkutan atau pelayaran (tongkang-tugboat) yang kerap menjadi langganan dalam insiden di perairan sungai musi adalah Karya Pacific dan Johan Jaya.
Dukungan untuk segera melakukan evaluasi izin pelayaran bagi kapal tongkang pengangkut batu bara ini juga muncul dari Direktur Eksekutif Suara Informasi Rakyat Sriwijaya (SIRA) Rahmat Sandi yang mengatakan, maraknya kecelakaan tongkang batubara di Sungai Musi merupakan dampak dari peningkatan produksi batu bara di Sumsel.
Meskipun kondisi tersebut juga menyumbang pemasukan bagi daerah atau pemerintah dalam arti yang lebih luas. Namun meningkatnya produksi ini akan berimbas pada peningkatan ancaman dalam akivitas angkutan batuabara di Sungai Musi.
“Insiden ini bukanlah pertama kali terjadi, menurut kami inilah dampak negatif produksi besar-besaran batu bara di Sumsel yang menyebabkan meningkatnya aktivitas tongkang batu bara di Sungai Musi,” jelasnya. Rahmat mengatakan, sudah seharusnya pemerintah membuat regulasi baru terkait pembatasan aktivitas angkutan batu bara di Sungai Musi.
Sebab, regulasi yang selama ini ada cenderung dikesampingkan, justru memunculkan analisis baru dalam dugaan kongkalikong atau penyelewengan yang dilakukan oleh pemerintah apabila tidak bersikap atau memberikan tindakan tegas bagi para pelanggar ini.
“Aktivitas ini sudah sangat padat di Sungai Musi dan sudah jelas sewaktu-waktu dapat mengancam jiwa di sepanjang sungai. Bukan tidak mungkin di masa mendatang akan lebih banyak lagi insiden seperti ini,” pungkasnya.
Di tempat terpisah, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sumsel, Yuliusman yang dibincangi mengatakan insiden ini seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengevaluasi dan menindak tegas pihak-pihak yang memberikan izin, serta operator kapal yang masih menggunakan Sungai Musi sebagai jalur angkutan batubara.
“Usut dan adili pemberi izin dan pelaku angkutan tongkang yang menyebabkan insiden ini. Jika insiden seperti ini terus berulang, maka yang harus bertanggung jawab adalah pihak yang memberi izin transportasi kepada tongkang tersebut,” kata Yuliusman.
Lebih lanjut dia mengatakan, sejak lama pihaknya menolak aktivitas angkutan batubara dan tanah galian di Sungai Musi karena perairan tersebut bukan jalur angkutan bisnis. “Karena sungai Musi bukan jalur angkutan bisnis batubara atau tanah galian. Jadi kalau hal itu masih saja terjadi pasti akan menimbulkan masalah,” tegasnya.
Sungai Musi, menurut Yuliusman, merupakan jantung kehidupan masyarakat Palembang dan sekitarnya. Mulai dari transportasi speedboat dari dan menuju daerah perairan hingga nelayan yang mencari ikan. Sehingga bukan hanya untuk digunakan oleh angkutan batu bara yang berdimensi dan kapasitas besar.
“Jadi sikap kami tegas yakni pemerintah harus melarang tongkang batu bara melintas Sungai Musi. Ini semata untuk menyelamatkan Sungai Musi dari kerusakan. Pikirkan masa depan Sumsel, masa depan masyarakat yang bergantung di Sungai Musi. Jangan hanya memikirkan perut oligarki pertambangan ini,” tegas Yuliusman.
Sementara itu, dalam keterangan resminya melalui Sekretaris Perusahaan Niko Chandra, PTBA selaku perusahaan yang bertanggung jawab dalam insiden Rabu, 12 Maret 2025 lalu saat tongkang yang mengangkut batu bara milik mereka menabrak rumah rakit warga di kertapati, menyampaikan keprihatinan terhadap korban.
Sebagai bentuk tanggung jawab, PT Bukit Prima Bahari—anak perusahaan PTBA sekaligus operator kapal—bersama pihak terkait telah bergerak cepat ke lokasi untuk berkoordinasi dan bermusyawarah dengan warga terdampak. Upaya penyelesaian secara kekeluargaan telah dilakukan guna memastikan penanganan dan solusi terbaik bagi semua pihak.
“PTBA berkomitmen untuk terus meningkatkan aspek keselamatan operasional, termasuk memperkuat pengawasan, meningkatkan pelatihan awak kapal, serta memastikan kepatuhan terhadap prosedur keselamatan yang lebih ketat. Kami juga akan terus berkoordinasi dengan regulator dan pemangku kepentingan guna mencegah kejadian serupa di masa mendatang,” demikian menurut Niko melansir keterangan resmi yang diterima redaksi. (adv)