Intinews |Di tengah kondisi masyarakat yang terdesak kebutuhan ekonomi, terutama di masa pandemi Covid-19, praktik penipuan berkedok fintech justru semakin menjamur. Tidak hanya mengatasnamakan kegiatan fintech lending, namun juga marak berkedok kegiatan koperasi, investasi, arisan online, dan lain sebagainya.
Hal ini dapat terlihat dari ditemukannya 86 platform fintech lending ilegal dan 26 kegiatan usaha tanpa izin yang berpotensi merugikan masyarakat.
Tercatat, sejak tahun 2018 s.d. April 2021 ini Satgas sudah menutup sebanyak 3.193 fintech lending ilegal. Beranjak dari kondisi tersebut, Tim Kerja Satgas Waspada Investasi Daerah Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung segera mengadakan rapat koordinasi secara daring pada Rabu, (30/6/2021) lalu.
Turut hadir dalam rapat koordinasi tersebut Ketua Tim SWI Daerah Prov. Sumsel dan Prov. Babel, Untung Nugroho, Ketua Tim Satgas Waspada Investasi Nasional, Tongam Lumban Tobing, Direktorat Tindak Pidana Siber BARESKRIM POLRI, Silvester Simamora, dan pelaku usaha fintech lending akseleran, Rimba Laut.
Mengawali rapat, Untung melaporkan bahwa kehadiran fintech lending atau pinjaman online saat ini menjadi primadona masyarakat di Sumatera Selatan dan Bangka Belitung. Tercermin dari akumulasi penyaluran pinjaman yang sudah dinikmati masyarakat Sumatera Selatan yang mencapai Rp2,8 triliun tumbuh 108,7% (yoy), dan untuk di Kepulauan Bangka Belitung telah mencapai Rp365 miliar tumbuh 136,0% (yoy).
Keberadaan entitas investasi illegal dan fintech lending illegal, tidak hanya meresahkan masyarakat, namun juga berdampak negatif pada perkembangan perusahaan entitas investasi legal dan fintech lending legal. “Padahal, entitas investasi legal dan pinjol legal sebetulnya sangat dibutuhkan di dalam menggerakkan perekonomian,” imbuh Untung.
Senada dengan Untung, Lumban menambahkan bahwa Pinjol pada dasarnya hadir untuk membantu masyarakat mendapatkan pendanaan yang tidak bisa dilayani oleh sektor keuangan formal, misalnya tidak bankable, tidak punya agunan, dan lainnya. Namun pinjol akan menyengsarakan masyarakat jika yang dipilih adalah pinjol illegal.
Lebih lanjut, Lumban menyampaikan bahwa Tim Satgas terus berupaya melakukan pencegahan dan penindakan atas kegiatan investasi dan pinjol illegal, tentunya dengan dukungan dan informasi dari masyarakat. Hanya saja sebagian masyarakat baru melaporkan saat terdapat kerugian. “Saat masih mengharapkan keuntungan, mereka diam, namun jika rugi baru mau bersuara,” ungkapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Lumban juga merincikan ciri entitas investasi dan pinjol legal, antara lain tidak terdaftar di OJK, bunga pinjaman dan jangka waktu tidak jelas, alamat tidak jelas, begitu juga dengan media pemasaran dan penagihannya. “Jika ada pinjol yang melakukan penawaran melalui sms, itu dipastikan illegal, karena dilarang,” tegasnya.
Sebagai pelaku fintech lending, Rimba juga menginformasikan bahwa pihaknya dapat menetapkan bunga pinjaman yang tidak boleh lebih dari 0,85% per hari dan hanya diperkenankan mengakses CAMILAN saat melakukan proses verifikasi, yakni Camera, Microfon, dan Location. “Dari sisi penegakan hukum, POLRI baru dapat hadir saat terdapat tindakan pengancaman, teror, pencemaran nama baik oleh pelaku pinjol illegal terhadap korban,” jelas Silvester.
Lebih rinci, Silvester menjelaskan penindakan pinjol illegal selain berdasarkan tindak pidana umum, juga dapatnya dilakukan berdasarkan pelanggaran UU ITE, antara lain jika terjadi penyadapan data nasabah, penyebaran data pribadi nasabah, pengiriman gambar porno dan pencemaran nama baik melalui internet, manipulasi data, dan illegal akses.
Mengakhiri rapat koordinasi, Lumban berharap bahwa pemberantasan investasi dan pinjol illegal terus digalakkan dari sisi pencegahan melalui sosialisasi edukasi dan sisi represiv, penegakan hukum.
“Apabila menemukan penawaran illegal, satgas waspada investasi daerah dapat memanggil, apa legalitasnya, bagaimana bisnis prosesnya, jika tidak ada legalitas, kita bisa minta dihentikan,” tutupnya.