Intinews | PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), Rabu,15 Oktober 2025, yang berujung pada perombakan besar di jajaran pengurus perseroan. Keputusan ini diambil di tengah sorotan tajam terhadap kinerja keuangan maskapai pelat merah tersebut yang mencatatkan kerugian signifikan.
RUPSLB yang digelar di Ruang Auditorium Manajemen Garuda, Bandara Internasional Soekarno-Hatta, tersebut mengagendakan satu mata acara utama, yaitu perubahan pengurus perseroan.
“Agenda hari ini adalah perubahan pengurus perseroan,” ujar Cahyadi Indrananto, Corporate Secretary Group Head GIAA, kepada Infobanknews (15/10/2025).
Pergantian Dirut dan Penambahan Wadirut
Perubahan pengurus ini sejalan dengan isu yang santer beredar sebelumnya. Berdasarkan informasi yang didapatkan Intinews, para pemegang saham memutuskan untuk mengganti Direktur Utama (Dirut) sebagai respons atas merosotnya kinerja perusahaan.
Sumber yang sama menyebutkan, posisi Dirut akan diisi oleh sosok yang saat ini menjabat sebagai komisaris Garuda Indonesia. Selain itu, perseroan juga meminta restu pemegang saham untuk menambah posisi Wakil Direktur Utama (Wadirut), yang dikabarkan akan ditempati oleh mantan komisaris Garuda periode sebelumnya yang juga eks bankir dari Citibank Group.
Informasi terpisah menyebutkan Glenny H. Kairupan, yang sebelumnya menjabat Komisaris, resmi diangkat sebagai Direktur Utama GIAA menggantikan Wamildan Tsani. Selain itu, RUPSLB juga menetapkan Thomas Sugiarto Oentoro sebagai Wakil Direktur Utama.
Rumor juga sempat beredar mengenai kemungkinan masuknya eksekutif dari maskapai internasional, Singapore Airlines, ke jajaran manajemen GIAA, yang diyakini untuk mengisi kekosongan posisi Direktur Keuangan.
Kerugian Membengkak di Tengah Penurunan Pendapatan
Pergantian kepemimpinan ini terjadi saat Garuda Indonesia masih bergulat dengan tekanan finansial. Laporan keuangan semester I 2025 menunjukkan kerugian bersih GIAA membengkak 41,37 persen, dari USD100,3 juta pada periode yang sama tahun 2024 menjadi USD142,8 juta.
Pembengkakan kerugian ini disebabkan oleh merosotnya pendapatan perseroan sebesar 4,48 persen menjadi USD1,54 miliar, dari sebelumnya USD1,62 miliar di periode yang sama tahun lalu.
Meskipun demikian, ada secercah harapan dari segmen penerbangan tidak berjadwal (haji dan charter) yang mencatatkan pertumbuhan 15,66 persen, menyumbang pendapatan sebesar USD205,83 juta. Selain itu, GIAA juga berhasil menekan jumlah beban usaha menjadi USD1,50 miliar pada Juni 2025, turun tipis dari USD1,53 miliar di Juni 2024.
Di sisi neraca, total aset Garuda Indonesia per Juni 2025 tercatat USD6,51 miliar, sedikit menurun dari USD6,61 miliar di akhir Desember 2024. Perombakan direksi ini diharapkan menjadi langkah strategis untuk mempercepat perbaikan kinerja dan menanggulangi kerugian yang terus membengkak. (sil)