Intinews | Wall Street ditutup turun signifikan pada perdagangan (3/3/2025), buntut Presiden AS, Donald Trump, memberlakukan tarif bagi sejumlah negara mulai hari ini. Ketiga indeks utama merosot lebih dari 1%, bahkan Nasdaq Composite turun sebesar 2,64%. Pasar juga mencermati rilis data ekonomi AS menunjukkan penurunan.
Trump resmi menandatangani perintah untuk menaikkan tarif impor China sebesar 20%. Hal ini menjadi langkah baru perang dagang Trump ke negara China setelah sebelumnya memberlakukan tarif 10% ke produk impor China.
Trump menunjuk kegagalan Beijing dalam mengatasi perdagangan gelap fentanil, semacam narkotika yang kini merebak di AS, menjadi penyebabnya. Trump juga mengatakan bahwa tarif sebesar 25% bagi Kanada dan Meksiko akan mulai berlaku pada Selasa (4/3) dengan tarif timbal balik dimulai pada tanggal 2 April.
Trump resmi menandatangani perintah untuk menaikkan tarif impor China sebesar 20%. Hal ini menjadi langkah baru perang dagang Trump ke negara China setelah sebelumnya memberlakukan tarif 10% ke produk impor China. Trump menunjuk kegagalan Beijing dalam mengatasi perdagangan gelap fentanil, semacam narkotika yang kini merebak di AS, menjadi penyebabnya.
Sama dengan China, Trump menyebut bahwa kedua negara ini gagal menghentikan imigrasi ilegal dan perdagangan narkoba. Menurut analis, pungutan besar-besaran, terutama bagi Kanada dan Meksiko, akan mengganggu rantai pasokan sektor-sektor utama seperti mobil dan bahan bangunan, sehingga berisiko menaikkan harga konsumen. Hal ini dapat mempersulit upaya Trump untuk memenuhi janji kampanyenya untuk menurunkan biaya rumah tangga.
Bursa AS juga bergerak melemah setelah laporan sektor manufaktur AS yang mengalami penurunan. Survei ISM menunjukkan PMI manufaktur merosot ke 50,3 pada Februari dari 50,9 pada bulan Januari, sementara indeks pesanan baru yang berwawasan ke depan berkontraksi ke 48,6 pada bulan Februari dari 55,1 pada bulan Januari.
Penurunan PMI mencerminkan penurunan dalam ukuran sentimen lainnya karena investor khawatir tentang tarif. Setelah mengalami kontraksi pada bulan September untuk pertama kalinya sejak 2023, harga yang dibayarkan telah menunjukkan pertumbuhan selama lima bulan berturut-turut. Hal ini menunjukkan tekanan inflasi di jalur produksi.