Intinews | Menjelang Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru), Sumatera Selatan mulai mengencangkan sabuk pengendalian inflasi. Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Sumsel menyiapkan sejumlah langkah konkret untuk meredam lonjakan harga kebutuhan pokok—dan salah satu yang paling krusial adalah memastikan ketersediaan bawang merah tetap terjaga.
Komoditas ini dikenal sebagai “biang keladi” inflasi di banyak daerah, termasuk Sumsel. Oleh karena itu, masuknya pasokan baru dari Sumatera Barat menjadi langkah strategis untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumsel, Bambang Pramono, menegaskan bahwa inflasi kerap muncul akibat stok komoditas yang tidak mampu memenuhi permintaan pasar.
“Pengiriman bawang merah dari Sumbar menjadi simbol kerja sama business-to-business antara distributor Palembang dan produsen di Solok. Harapannya bisa menekan defisit komoditas bawang merah di Sumsel,” jelas Bambang dalam keterangan tertulis, Jumat (14/11/2025).
BI mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) Sumsel pada September 2025 berada di angka 3,44 persen (yoy), masih dalam koridor nasional. Namun, cabai dan bawang merah terus menjadi penyumbang inflasi terbesar karena produksi lokal belum mampu menutupi kebutuhan.
Kerja sama antara Sumsel dan Sumbar disebut bukan hanya untuk stabilisasi harga menjelang Nataru, tetapi juga untuk menguatkan ketahanan ekonomi di tengah ketidakpastian global.
“Sinergi ini tidak hanya menekan inflasi, tapi juga meningkatkan kesejahteraan dua provinsi,” ujar Bambang.
TPID menyampaikan bahwa langkah antisipasi ini merupakan bagian dari upaya menjaga harga tetap stabil ketika permintaan pangan diprediksi naik menjelang akhir tahun. Sekretaris Daerah Sumsel, Edward Candra, memastikan bahwa kolaborasi kedua provinsi ini masuk dalam skema Kerja Sama Antar Daerah (KAD) untuk menjamin ketersediaan dan menjaga stabilitas harga bahan pokok.
“KAD memperkuat rantai pasok antar daerah sekaligus menghubungkan kekuatan produksi, distribusi, dan konsumsi,” jelas Edward. (vv)















