Intinews | Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Sumatera Selatan pada bulan Oktober 2021 mengalami inflasi sebesar 1.54% (intin), dimana pada bulan sebelumnya tercatat inflasi sebesar 0.08% (mtm). Perkembangan ini dipengaruhi oleh inflasi yang bersumber dari kelompok makanan minuman, dan tembakau. Dengan perkembangan tersebut, realisasi inflasi kumulatif Sumatera Selatan pada bulan laporan tercatat sebesar 1, 40% (ytd).
Deputi Direktur, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan, Nurcahyo Heru Prasetyo dalam keterangan tertulisnya menyampaikan, secara tahunan, inflasi IHK November 2021 tercatat sebesar 1, 98% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional yang sebesar 1, 75% (yoy), namun lebih rendah dibandingkan dengan inflasi Sumatera sebesar 2,13% ( yoy).
Kelompok makanan, minuman, dan tembakau mengalami inflasi sebesar 1.22% (mtm) dengan andil sebesar 0.36% (mtm). Ini didorong oleh peningkatan harga beberapa komoditas subkelompok makanan seperti cabai merah, minyak goreng dan telur ayam ras. Inflasi komoditas cabai merah disebabkan oleh pasokan yang terbatas akibat cuaca dan perubahan iklim pancaroba di daerah sentra. Inflasi minyak goreng sejalan dengan kenaikan harga crude palm inflasi komoditas oil (CPO) global. Sementara inflasi telur ayam ras dikarenakan permintaan masyarakat yang mulai membaik.
Kelompok transportasi juga mencatatkan inflasi sebesar 0.77% (mtm) dengan andil sebesar 0.08% (mtm). Inflasi didorong oleh kenaikan harga mobil sebesar 5,18% (mtm) sebagai dampak dari perubahan skema Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang saat ini berdasarkan emisi gas buang dan konsumsi bensin kendaraan. Hal ini sebagaimana diatur dalam PP No. 74/2021 yang mulai berlaku tanggai 16 Oktober 2021.
Sementara kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga pada bulan November 2021 mengalami inflasi sebesar 1.05% (mtm) dengan andil sebesar 0.06% (mtm). Inflasi disebabkan pada komoditas emas perhiasan yang tercatat sebesar 4,48% (mtm) dengan andil sebesar 0,05% (mtm) yang dipengaruhi oleh kenaikan hanga emas global.
Inflasi kelompok makanan, minuman, dan tembakau tertahan oleh deflasi pada komoditas buah naga, tomat, kopi bubuk, jeruk, dan bawang merah. Deflasi pada komoditas tomat tercatat sebesar -9.88% (mtm) yang disebabkan oleh melimpahnya pasokan domestik seiring dengan musim panen di wilayah sentra.
Sejalan dengan itu, peningkatan pasokan karena musim panen juga mendorong deflasi komoditas bawang merah. Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), rata-rata harga jual bawang merah mengalami penurunan dari Rp32.550 per kilogram pada bulan Oktober 2021 menjadi Rp30.100 per kilogram pada bulan November 2021.
Secara spasial, pada bulan November 2021 kedua kota sample IHK yaitu Kota Palembang dan Kota Lubuk Linggau mengalami inflasi masing-masing sebesar 0.56% (mtm) dan 0,29% (mtm). Komoditas yang memberikan andil inflasi di Kota Palembang adalah cabai merah, minyak goreng, telur ayam ras, mobil, dan emas perhiasan. Sementara itu, komoditas yang memberIkan andil inflasi terbesar di Kota Lubuklinggau adalah cabai merah, telur ayam ras, minyak goreng, besi beton, dan seng.
“Mencermati perkembangan inflasi terkini dan beberapa indikator harga, inflasi Provinsi Sumatera Selatan pada bulan Desember 2021 diperkirakan akan kembali inflasi. Inflasi diprakirakan didorong oleh peningkatan permintaan masyarakat dalam rangka HBKN Natal dan perayaan tahun baru. Dari sisi supply, inflasi diprediksikan terjadi pada kelompok bahan makanan akibat cuaca ekstrim La Nina pada akhir 2021 yang berdampak pada penurunan hasil produksi. Inflasi juga bersumber dari komoditas minyak goreng seiring dengan peningkatan hanga CPO,”papar Nurcahyo.
Namun demikian, laju inflasi tertahan oleh deflasi yang bersumber dari komoditas tomat dan bawang merah seiring dengan pasokan yang mencukupi pasca musim panen di daerah sentra. Selain itu, adanya rencana penerapan PPKM Level 3 secara serentak pada HBKN Natal dan perayaan tahun baru berpotensi menahan mobilitas yang mendorong penurunan konsumsi masyarakat.
Inflasi Provinsi Sumatera Selatan keseluruhan tahun 2021 diprakirakan kembali rendah, namun masih terkendali dan berada dalam rentang sasaran target inflasi nasional 3,0+/-1persen. Tekanan inflasi yang rendah bersumber dari belum pulihnya permintaan masyarakat sebagai dampak dari masih berlanjutnya pandemi CoVID-19 pada tahun 2021 di tengah percepatan dan perluasan vaksinasi CoVID-19 Namun, kenaikan hanga CPO internasional dapat mendorong laju inflasi lebih tinggi di tahun 2021. Selanjutnya, percepatan pembangunan infrastruktur yang sempat tertunda di tahun sebelumnya berpotensi mendorong permintaan terhadap komoditas besi beton, semen dan batu bata. Selain itu, fenomena La Nina yang dapat menyebabkan gagal panen di daerah sentra untuk beberapa komoditas seperti cabai merah. Namun demikian, terjaganya pasokan beras dan gula pasir sejak awal tahun menahan laju inflasi.
Kegiatan pengendalian inflasi daerah terus dilakukan melalui koordinasi dan sinergi yang kuat antara anggota Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. TPID Provinsi Sumatera Selatan bersama Satgas Pangan akan terus memperkuat koordinasi kebijakan guna menjaga inflasi tetap stabil serta menjalankan tiga arahan Presiden Republik Indonesia pada Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Nasiona1 2021, yakni (i) menjaga ketersediaan pasokan dan stabilitas harga, terutama barang kebutuhan pokok, dengan mengatasi kendala produksi dan distribusi yang ada di daerah, (ii) mendorong peningkatan produktivitas petani dan nelayan, serta memperkuat sektor UMKM dan (iii) meningkatkan nilai tambah di sektor pertanian dan kesejahteraan petani meIalui penguatan kelembagaan, perluasan akses pemasaran, optimalisasi penyaluran KUR, dan pendampingan intensif. Selain itu, perbaikan dari sisi demand juga perlu dilakukan terutama untuk peningkatan daya beli masyarakat. (**/sil)