Intinews | Sengketa lahan antara masyarakat Desa Banjarsari, Kecamatan Merapi Timur, Kabupaten Lahat, dengan PT Bumi Gema Gempita (BGG) yang berlarut-larut selama 16 tahun akhirnya dibawa ke Komisi IV DPRD Sumatera Selatan (Sumsel).
Laporan disampaikan Kepala Desa (Kades) Banjar Sari Kecamatan Merapi , Kabupaten Lahat Aldiansyah didampingi tim kuasa hukum masyarakat Banjar Sari Ihwansyah bersama tim, dan perwakilan pemilik lahan. Agah Riyansah ke Komisi IV DPRD Sumsel, Kamis (19/6/2025).
Kepala Desa (Kades) Banjarsari, Aldiansyah menyampaikan, masalah Lahan antara masyarakat dengan perusahaan, dalam pembebasan lahan hingga detik ini tak kunjung usai.
Aldiansyah menyatakan, masalah pembebasan lahan seluas 600 hektare yang masuk dalam Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT BGG hingga kini belum terselesaikan. Akibatnya menurutnya sekitar 300 warga terdampak.
“Permasalahan ini sudah berlangsung sejak saya belum menjabat. Saya menjadi Kades sudah 3,5 tahun, tapi konfliknya sudah 16 tahun,” ujar Aldiansyah, tak kuasa menahan haru di hadapan Ketua Komisi IV DPRD Sumsel, Muhammad Yansuri Sip didampingi Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sumsel Ade Pramanja SH, sekretaris Komisi IV DPRD Sumsel Elvaria Novianti dan anggota Komisi IV DPRD Sumsel Zulfikri Kadir dan Muhammad Chandra SH.
Aldiansyah menunjukkan bukti bahwa warga Banjarsari pernah menerima ganti untung dari PT Bukit Asam (PTBA) atas eksplorasi dan pembuatan jalan di lahan tersebut tahun 1995. 100 warga lebih menerima kompensasi saat itu.
Lalu saat masuknya PT BGG tahun 2008, PT BGG mengantongi AMDAL dan IUP. Desa Banjarsari termasuk dalam wilayah IUP tersebut dan diikutsertakan dalam proses AMDAL.
Menurutnya titik masalah dimulai pada 29 April 2010, saat kepemimpinan Bupati H. Saipudin Aswari, ketika itu Desa Banjarsari dikeluarkan dari wilayah IUP PT BGG tanpa alasan jelas.
“Kami tidak tahu maksud Pak Bupati waktu itu,” tegas Aldiansyah.
Meski dicoret dari IUP, PT BGG tetap melakukan clearing (pembebasan lahan) seluas 1.524 hektare pada 2009, termasuk lahan warga Banjarsari. Perusahaan mengklaim telah membebaskan lahan dengan orang Muara Lawai yang menurut Aldiansyah tidak relevan karena lokasi tambang berjarak sekitar 6 km dari Muara Lawai dan berbatasan langsung dengan desanya.
“Mereka mengambil lahan kami,” terangnya, sambil menunjukkan foto-foto dan surat-surat bukti kepemilikan warga, termasuk Surat Keterangan Tanah (SKT) dan Surat Pernyataan Hak (SPH) lama.
Menurutnya banyak lahan yang diklaim milik warga dulu merupakan bekas kebun karet, jengkol, kopi, dan persawahan tadah hujan.
Aldiansyah mengkritik proses reklamasi PT BGG yang dinilai tidak sesuai aturan. Bekas tambang dibiarkan berbentuk gunungan tanah dan berlubang yang tidak bisa dimanfaatkan kembali untuk pertanian.
“Sumber air mati, tanahnya rusak. Reklamasi yang dilakukan hanya menimbun tanah bekas galian menjadi gundukan tinggi, tidak sesuai UU,” ujarnya.
Aldiansyah mendesak DPRD Sumsel membantu menyelesaikan sengketa kepemilikan lahan yang sah.
Sedangkan Ketua Komisi IV DPRD Sumsel M Yansuri mengaku akan mempelajari pengaduan warga ini.
“Kita baru mendengar keterangan dari warga, kami pelajari dan setelah itu kita panggil para pihak , karena kalau kita pertemukan para pihak sekarang, kita hanya menjadi penonton, dan mereka yang bertengkar , jadi tadi kita minta informasi dari masyarakat baru kita pertemukan mereka nanti”, terangnya.
Politisi partai Golkar ini menegaskan warga hanya meminta ganti rugi dari pihak perusahaan lantaran lahan yang ada sekarang tidak bisa dipergunakan untuk bercocok tanam.
“Sudah 16 tahun berjalan kasus, kejadiannya sudah sejak zaman Bupati Harunnata, Aswari Rivai, Cik Ujang dan sekarang Bursah Zarnubi, “katanya.
Untuk masalah hukum dalam kasus ini menurutnya bukan kewenangan Komisi IV DPRD Sumsel tapi Komisi I DPRD Sumsel .
“Tapi soal tambang itu , kami Komisi IV , jadi kami pihak memanggil pihak tambang , nanti mungkin saat rapat kita lintas komisi yaitu Komisi I dan Komisi IV sambil warga juga membawa bukti kepemilikan lahannya , tidak bisa bilang lahan ini punya nenek moyang aku saja, “katanya. (adv)