Intinews | Provinsi Sumatera Selatan pada Agustus 2025 mencatatkan deflasi sebesar 0,04% (mtm), setelah pada periode sebelumnya mengalami inflasi 0,14% (mtm). Sementara itu, inflasi tahunan mencapai 3,04% (yoy), lebih tinggi dibandingkan Juli 2025 yang sebesar 2,88% (yoy). Capaian tersebut masih berada dalam rentang sasaran inflasi nasional sebesar 2,5±1%.
Deflasi yang terjadi di Sumatera Selatan terutama didorong oleh turunnya harga komoditas pangan strategis. Komoditas pangan yang menjadi penyumbang deflasi di Sumatera Selatan yakni daging ayam ras, tomat, cabai rawit, bawang putih, dan beras dengan andil berturut-turut adalah sebesar 0,06% (mtm), 0,06% (mtm), 0,05% (mtm), 0,02% (mtm), dan 0,02% (mtm). Daging ayam ras menjadi penyumbang deflasi terbesar seiring melimpahnya pasokan yang belum sepenuhnya terserap masyarakat. Sejalan dengan itu, pasokan tomat dan cabai rawit juga tercatat cukup tinggi seiring inflow panen dari daerah sentra.
Di sisi lain, harga bawang putih terkoreksi mengikuti penurunan harga impor dari China, sementara dimulainya panen gadu padi serta penyaluran beras SPHP Bulog turut menekan harga beras di pasaran. Selain faktor pangan, deflasi juga didorong oleh penurunan tarif angkutan udara akibat beragam promo maskapai dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) RI ke-80. Kombinasi faktor tersebut menjadi penopang utama deflasi Sumatera Selatan pada periode laporan.
Secara spasial, deflasi tercatat terjadi di dua kabupaten/kota IHK di Sumatera Selatan, yakni Kabupaten Ogan Komering Ilir sebesar -0,11% (mtm) dan Kota Palembang sebesar -0,07% (mtm). Sementara itu, dua daerah IHK lainnya mengalami inflasi, yaitu Kabupaten Muara Enim sebesar 0,22% (mtm) dan Kota Lubuk Linggau sebesar 0,07% (mtm). Ke depan, tekanan deflasi diperkirakan masih berlanjut namun tetap berada dalam rentang sasaran inflasi nasional 2,5±1%. Hal ini didukung oleh panen gadu padi yang masih berlangsung hingga September dan semakin gencarnya distribusi beras SPHP Bulog yang menambah pasokan beras di pasar. Pasokan hortikultura juga diperkirakan masih relatif melimpah. Meski demikian, terdapat potensi tekanan inflasi dari sisi permintaan seiring perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Maulid Nabi Muhammad SAW pada awal September yang bertepatan dengan long weekend, berpotensi mendorong kenaikan tarif angkutan darat dan udara serta peningkatan konsumsi masyarakat.
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumatera Selatan terus memperkuat koordinasi dan sinergi dalam menjalankan strategi pengendalian inflasi melalui pendekatan 4K, yakni keterjangkauan harga (K1), ketersediaan pasokan (K2), kelancaran distribusi (K3), dan komunikasi yang efektif (K4). Sejumlah langkah konkret telah ditempuh, mulai dari operasi pasar murah dan gerakan pangan murah untuk menjaga daya beli masyarakat, pendistribusian beras SPHP serta koordinasi intensif dengan Bulog guna memastikan ketersediaan beras SPHP dengan harga terjangkau, hingga pelaksanaan inspeksi mendadak (sidak) ke produsen, distributor, dan pasar untuk memastikan harga sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) serta stok tetap aman. TPID Sumatera Selatan turut memastikan keterjangkauan harga melalui penyaluran komoditas dengan harga terjangkau melalui Toko KePo (Kebutuhan Pokok), RPK (Rumah Pangan Kita), hingga Toko Penyeimbang milik Perumda Pasar Palembang Jaya.
Kepala Bank Indonesia Sumsel, Bambang Pramono menjelaskan, BI juga memfasilitasi kerja sama antar daerah (KAD) antara Pemerintah Kota Palembang dan Pemerintah Kabupaten Subang untuk mendukung ketersediaan pasokan di Sumatera Selatan. Upaya ketahanan pangan ini turut diperkuat dengan pelaksanaan Gerakan Sumsel Mandiri Pangan (GSMP) 2025 yang terdiri atas tiga program utama, yaitu GSMP Menyapa Lingkungan Desa (Menyala) yang menyasar rumah tangga dan Kelompok Wanita Tani (KWT), GSMP Goes to Panti Sosial, serta GSMP Goes to Office yang melibatkan seluruh OPD di Sumatera Selatan.
“Pada pelaksanaan GSMP, Bank Indonesia bersama TPID Sumatera Selatan turut memberikan bibit, benih, serta sarana prasarana budidaya cabai dan bawang merah kepada rumah tangga dan KWT se-Sumatera Selatan. Selain itu, optimalisasi lahan (oplah) serta peningkatan luas panen padi juga menjadi penopang utama dalam menjaga ketersediaan pasokan”, terang Bambang.
Dari sisi distribusi, strategi kelancaran distribusi turut diperkuat melalui dukungan subsidi biaya angkut yang melibatkan berbagai pihak, termasuk Bank Indonesia, BUMN, BUMD, perbankan, dan sektor swasta. Seluruh langkah tersebut dilengkapi dengan strategi komunikasi yang efektif melalui forum komunikasi dan koordinasi, seperti rapat koordinasi, capacity building, hingga publikasi informasi seperti publikasi pasar murah dan publikasi infografis diversifikasi pangan melalui media, sehingga kebijakan dapat tersampaikan secara luas dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat.
Lebih lanjut Bambang mengatakan, kedepan, Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan bersama pemerintah daerah akan terus memperkuat kolaborasi strategis dalam menjaga stabilitas harga. Program nasional seperti Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) serta inisiatif daerah melalui Gerakan Sumsel Mandiri Pangan (GSMP) akan menjadi pilar penting dalam pengendalian inflasi.
“Langkah ini diharapkan mampu menjaga inflasi tetap dalam kisaran yang ditetapkan, sekaligus mendorong ketahanan pangan dan pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan yang lebih inklusif, berdaya saing, dan berkelanjutan”, kata Bambang. (vv)