DPRD Sumsel Soroti Soal Pelayanan BPJS Kesehatan Sumselbabel

Intinews | Anggota DPRD Sumatera Selatan Daerah Pemilihan (Dapil) 1 kota Palembang menggelar reses di kantor BPJS Kesehatan Sumselbabel di Jalan Kol H Burlian depan RSUD Siti Fatimah Palembang, Senin (21/3).

Reses dipimpin Ketua DPRD Sumsel Hj RA Anita Noeringhati, SH., MH didampingi anggota DPRD Sumsel lainnya Mgs Syaiful Padli, Kartak Sas, H Chairul S Matdiah , Dedi Sipriyanto, Prima Salam.

Juga hadir Deputi Direksi Wilayah BPJS Kesehatan Sumselbabel Siti Farida Hanum dan jajaran.

Anita mempertanyakan kebijakan sejumlah rumah sakit di Palembang yang masih mempertanyakan kartu BPJS Kesehatan saat berobat di rumah sakit selain ditanya Nomor Induk Kependukan (NIK) .

“Kok kartu BPJS masih jadi syarat berobat, maksud saya BPJS bikin regulasi yang pasti, jangan kami nanti bicara seperti yang ibu sampaikan tadi bahwa tidak perlu kartu BPJS Kesehatan, ternyata  di rumah sakit beda, saya mengalami sendiri  itu ditanya kartu BPJS Kesehatannya,” ungkapnya.

Selain itu Politisi Perempuan ini juga mempertanyakan kebijakan BPJS Kesehatan terkait masyarakat yang tidak memiliki Kartu Keluarga (KK)  lantaran tidak memiliki surat nikah, sementara syarat membuat KK  harus ada surat nikah.

“Kemarin saya usulkan kewarga di dapil untuk mengajukan Isbat Nikah yang nantinya dibuatkan surat nikah, dan di masyarakat khususnya kota Palembang untuk dapil kami ini masih banyak, ini kan harus diberikan solusi sementara mereka bukan kumpul kebo karena  sudah beranak pinak, bercucu, cuma tidak ada surat nikah, ini yang jadi masalah,” ujarnya.

Mantan Ketua Komisi IV DPRD Sumsel ini melihat BPJS Kesehatan adalah lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah  untuk melaksanakan JKN, sementara BPJS Kesehatan terlalu rigit dalam menjalankan tugasnya.

“Kalau kita terlambat bayar premi, kita tidak di layani, maksud saya  kalau ada orang miskin belum terdaftar karena ternyata dari BPS saat audiensi dengan saya  ternyata daftar kemiskinan antara BPS, Dukcapil dan Dinsos belum singkron, makanya kita anggaran PBI yang harusnya  dibayar oleh APBD  itu belum teranggarkan semua karena data riil belum kita terima, kita tidak mungkin menganggarkan sejumlah yang disampaikan Mgs Syaiful Padli tadi tapi belum terverifikasi karena kenyataannya  data orang miskin  ini dijadikan dasar untuk memberikan bantuan PKH, BLT dan lain sebagainya karena kedepan memang harus satu data seperti ibu sampaikan tadi,” katanya.

Selain itu Anita berharap BPJS Kesehatan memiliki sebuah diskresi atau kebijakan kalau memang untuk orang miskin  yang mendapatkan surat miskin  ada kelonggaran untuk bisa berobat walaupun belum terdaftar di BPJS Kesehatan .

Sedangkan Mgs Syaiful Padli meminta pihak BPJS Kesehatan jika rapat di pusat apa yang dikemukakan Hj RA Anita Noeringhati menurutnya adalah  kondisi riil di lapangan yang bisa di sampaikan ke pusat.

“ Faktanya di lapangan orang miskin sakit, ini saya dapat whatapps bayi baru lahir dikenakan Rp 21 juta dirumah sakit Bari kota Palembang , dia pakai KIS tapi kartu KIS tidak bisa dipakai karena kartu KISnya sudah tidak berlaku lagi, permasalahan seperti ini bukan satu dua kasus, kalau begini orang bisa mati duluan, kita ingin kita cari solusi,” katanya.

Politisi PKS ini juga sempat menguraikan bagaimana komisinya, sempat berkunjung ke Pusdatin Kemensos  memang kuota di Sumsel untuk  PBI APBN masih sangat luar biasa namun belum di jemput bola secara maksimal.

Menanggapi hal tersebut  Deputi Direksi  Wilayah BPJS Kesehatan Sumselbabel Siti Farida Hanum mengatakan,  mengenai surat miskin itu kewenangannya di Dinsos dan bukan di BPJS Kesehatan .

“Mereka yang belum terdaftar di JKN  intinya datangnya ke Dinsos, tinggal Dinsos rekomendasinya ke BPJS”, katanya.

Selain itu dia berharap dengan adanya niat dari Gubernur Sumsel  yang akan mengumpulkan Dinsos kabupaten kota dan provinsi semuanya bisa teratasi.

Dia mengakui pihaknya di lapangan masih ketemu puskesmas yang tanyakan kartu BPJS Kesehatan.

“ Jadi ini kami pastikan untuk semua faskes tidak selalu menanyakan kartu BPJS Kesehatan tinggal di tanya KTPnya saja tetapi sejauh ini orang yang membawa KTP , Insya Allah tetap kita terima , itu tetap jadi PR kami ,” katanya.

Mengenai pasien miskin yang masuk rumah sakit tapi belum punya kartu BPJS Kesehatan dalam arti belum terdaftar di BPJS Kesehatan, menurut Siti Farida Hanum, rumah sakit apapun  kondisi pasien kalau dalam kondisi darurat  dalam undang-undang wajib memberikan pertolongan dulu .

“ Sehingga kepersertaan JKN pun masih diberikan kesempatan 3 x 24 jam hari kerja untuk mengurus administrasinya , bisa jadi kartu JKNnya terselip, sehingga dia belum bisa membawa data apapun  untuk identifikasi tetapi  apapun ceritanya kalau sudah akses kesehatan  mau di bawa kartu atau enggak  atau terdaftar atau enggak kita layani dulu, sehingga nanti pada saat pasien sudah masuk baru di urus administrasinya , kalau masyarakat tidak mampu tinggal koordinasi dengan dinas kesehatan atau dinsos untuk  untuk dimasukkan sebagai perserta BPJS Kesehatan ,” katanya.

Selain itu seluruh rumah sakit dia lihat sudah paham dengan kewenangannya .

Dia menegskan pihaknya hanya sebagai mandatory menerima data dimana solusi  penerbitan KK bukan di BPJS Kesehatan.

“Sehingga mungkin  perlu juga dukcapil dan memang perekaman data harus dipercepat, selama ini memang yang dibilang mandatory  kedepan kita akan single data berbasik NIK, ini  kami dari daerah hingga pusat komunikasi dengan Dukcapil sebenarnya sudah cukup intens pengurusan administrasi Dukcapil”, imbuhnya. (sil)

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *