Warga Datangi DPRD Sumsel, Minta Permendagri No 134 Tahun 2022 Dibatalkan

Intinews | Sejumlah warga perwakilan Kecamatan Jakabaring dan Tegal Binangun, yang tergabung dalam Forum Griya Sumsel Sejahtera (FGSS) Bangkit mendatangi Kantor DPRD Sumsel, Kamis (8/6/2023) untuk mengadukan nasib mereka terkait konflik tapal batas antara Kota Palembang (Tegal Binangun) dan Kabupaten Banyuasin.

Warga tersebut menuntut pemerintah daerah, terutama Provinsi Sumsel melalui DPRD Sumsel, untuk menunda pemberlakuan Permendagri No 134 Tahun 2022 yang mereka anggap merugikan.

Rombongan sendiri diterima ketua DPRD Sumsel Hj Anita Noeringhati, SH.,MH didampingi Ketua komisi I, Antoni Yuzar, Ketua Pansus RTRW Sumsel, Hasbi Asadiki,  anggota DPRD Sumsel lainnya seperti Nadya Basir dan Askweni, Syamsul Bahri dan Junaidi SE, Kepala Biro Pemerintahan Pemprov Sumsel, Sri Sulastri.

Ketua DPRD Sumsel, Hj RA Anita Noeringhati menjelaskan bahwa permasalahan tapal batas dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sedang dibahas di DPRD Sumsel karena berdampak signifikan bagi masyarakat.

Keputusan tapal batas perlu ditinjau ulang dari segi hukum karena dampaknya terhadap kenyamanan warga dalam berurusan administrasi.

“Dalam hal ini, keputusan tapal batas yang telah diterbitkan oleh Kemendagri harus dibatalkan secara hukum karena tidak mempertimbangkan beberapa aspek penting yang berkaitan dengan kenyamanan dan kebutuhan administrasi warga,” ujar Anita.

Dalam rapat tersebut, Anita juga membagikan hasil diskusi dengan masyarakat, terutama di daerah Seberang Ulu II yang termasuk dalam wilayah 16 Ulu dan Tegal Binangun. Menurutnya, wilayah ini telah ditetapkan sebagai bagian dari Kabupaten Banyuasin melalui Permendagri 134 tahun 2022.

Namun, berdasarkan data yang diterima oleh DPRD Sumsel, terdapat usulan dari Gubernur Sumatera Selatan pada tahun 1987 yang menyatakan bahwa wilayah tersebut termasuk dalam wilayah Kota Palembang.

Anita menyatakan bahwa keputusan Permendagri No 134 Tahun 2022 tidak mengacu pada peraturan pemerintah yang seharusnya menjadi pertimbangan.

Keputusan tersebut tidak hanya didasarkan pada aspirasi masyarakat Palembang, tetapi juga pada alasan sosiografis dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan pendidikan.

Anita berharap masalah ini dapat diselesaikan dengan memprioritaskan kepentingan masyarakat.

Sementara itu Muhammad Taufik Hidayat, perwakilan Griya Sumsel Sejahtera, RT.67. RT.68. RT.28, Kelurahan 15 Ulu kecamatan Jakabaring kota Palembang, menuntut agar pemerintah daerah khususnya Provinsi Sumsel, melalui DPRD untuk menunda dulu Permendagri, 134 dimana Permendagri No.134, sangat menciderai mereka sebagai warga kota Palembang.

Dimana dari awal warga yang datang, sambung Taufik, mereka sudah tinggal mereka dari awal hidup dikota Palembang, KTP di kota Palembang dan hak pilih dikota Palembang.

“Kami tinggal disana jauh sebelum Permendagri dikeluarkan, kami adalah warga kota Palembang. Dan kami juga zaman zonasi Palembang, banyak keluhan dari warga kami. Jadi kalau berdasarakan Permendagri No.134, kami masuk Banyuasin,” katanya.

Dan ini menurutnya menyebabkan warga lingkungan RT.67, 68 dan 28 kesulitan untuk masuk zonasi sekolah bagi anak-anak mereka. Dan warga sambung Taufik, sangat mengapresiasi DPRD Kota Palembang, DPRD Sumsel  yang menyuarakan masalah ini  ke Mendagri.

Dan pihaknya berharap  pemberlakuan Permendagri No.134 dapat di tunda.

“Yang datang saat ini ada dari 2 kecamatan. Pertama dari Plaju dan Kecamatan Jakabaring. Juga ada 9 RT dari Tegal Binangun,” katanya. (**)