Intinews | PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) diperkirakan akan meraup laba sebesar US$ 399 juta atau setara Rp 6,3 triliun pada tahun fiskal 2023. Perkiraan ini membalikkan performa perseroan yang sebelumnya menderita rugi dalam periode berkelanjutan.
Laba ini juga diekspektasikan beruntun terjadi pada tahun-tahun berikutnya. Pada 2024, emiten maskapakai pelat merah tersebut diramal meraup laba sebesar US$ 589 juta, kemudian pada 2025 mencatatkan laba sebesar US$ 631 juta, dan pada 2026 diperkirakan mencetak laba sebesar US$ 647 juta.
Keberhasilan kinerja GIAA ini didukung oleh sejumlah faktor. Khusus untuk 2023, Manajemen Garuda meyakini, adanya faktor jumlah penumpang yang bakal meningkat sebesar 60% berkat restrukturisasi utang yang dilakukan pada akhir 2022 dan upaya perseroan dalam menekan biaya sewa pesawat.
Faktor penopang lainnya, disiasati dari fokus perseroan untuk menambah penerbangan pada rute-rute yang menguntungkan seperti Jakarta-Singapura dan Jakarta-Bali. Sedangkan, rute penerbangan yang kurang menguntungkan seperti Jakarta-Amsterdam akan dikurangi dari semula tiga penerbangan seminggu menjadi sekali penerbangan seminggu.
Dari situ, manajemen optimistis performa GIAA pada semester kedua 2023 akan tumbuh. Belum lagi, faktor dari musim liburan kenaikan kelas, perjalanan umroh, serta periode puncak seperti Natal dan Tahun Baru.
Perihal umrah, Garuda juga terus mengoptimalkannya dengan menambah penerbangan dari berbagai kota besar di Indonesia. Ditambah lagi, perseroan akan kedatangan tiga dari lima pesawat narrow body yang sudah dipesan sejak akhir kuartal III-2023.
“Pada akhir kuartal ketiga 2023, Garuda Indonesia dan AirAsia menandatangani MoU di bidang kargo antara Garuda Indonesia dan Air Asia Group, codeshare antara Citilink dan Air Asia, serta maintenance, repairs, dan operations (MRO) pesawat”, terang Irfan.
Irfan berharap, melalui kerja sama tersebut dapat memberikan manfaat besar bagi kedua maskapai dan meningkatkan daya saing di industri penerbangan.
Lebih lanjut, merger antara Pelita Air dan Citilink yang diekspektasikan tuntas pada akhir 2023 juga akan berdampak signifikan terhadap efisiensi perusahaan. Pasalnya, ini akan membuka peluang untuk meningkatkan sinergi operasional antara dua maskapai, mengurangi biaya operasional, dan meningkatkan pelayanan kepada pelanggan.
“Dengan adanya merger ini, Garuda Indonesia Group akan memperkuat posisinya di pasar penerbangan dalam negeri maupun internasional, sehingga dapat mendorong pertumbuhan dan daya saing perusahaan secara keseluruhan,” tutup Irfan.(v)